/**/

Kamis, 15 April 2010

INI Dia 1001 Modus Makelar Kasus

. Kamis, 15 April 2010


Kepolisian RI masih terus melakukan penyelidikan mengenai dugaan makelar kasus yang melibatkan oknum polisi. Keterangan dari mantan Kepala Bareskrim Polri, Komjen (Pol) Susno Duadji, menunjukkan adanya indikasi bahwa makelar kasus alias markus ini beroperasi secara berjaringan, bahkan lintas institusi penegak hukum.

Rumor adanya markus memang telah menjadi rahasia umum. Namun, wujudnya selalu tak pernah terungkap. Susno bahkan menyebut, satu markus mati akan digantikan dengan markus lainnya. Anggota Komisi III Nasir Djamil pernah mengatakan, keberadaan jaringan mafia kasus ini sudah dibangun bak dinasti.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Kompas.com, ada sejumlah modus yang biasa dijalankan oleh jaringan ini. Salah satunya dari riset yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2001 di beberapa daerah, di antaranya Jakarta, Makassar, Surabaya, Medan, Samarinda, dan Yogyakarta.

Hasilnya menunjukkan, sejumlah praktik penyelewengan berlangsung di lembaga penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. Demikian pula kesaksian kuasa hukum yang kerap berurusan dengan para aparat terkait. Benang merahnya satu: memanfaatkan peluang sebesar-besarnya untuk “mengeruk” pihak beperkara.

“Sang Penyambung”

Jaringan mafia kasus hukum memang terorganisasi. Biasanya, ada oknum yang menjadi “aktor penyambung” antara pihak beperkara dan penegak hukum. Salah seorang pengacara, Luthfie Hakim, mengungkapkan kepada Kompas.com bahwa ia pernah mengenal dua orang yang biasanya berperan sebagai “penyambung” dan menawarkan penanganan perkara. “Tapi saya tidak pernah mau berurusan dengan yang seperti ini,” ungkapnya.

“Sang Penyambung” itu, diakuinya, bukan merupakan orang yang berlatar belakang hukum atau berstatus sebagai pegawai di institusi penegak hukum itu sendiri. Namun, orang ini mempunyai kemampuan yang sangat kuat untuk melobi dan mengatur perkara. “Tidak hanya di kepolisian, ada juga di pengadilan,” katanya.

Bagaimana modusnya? Inilah beberapa di antara banyak modus yang biasa dijalankan oleh para “pengatur” kasus itu….

Penggelapan perkara

Penggelapan perkara biasanya dilakukan dengan menghentikan perkara karena alasan tidak cukup bukti. Modus yang sering digunakan adalah rekayasa berita acara pemeriksaan (BAP). Dalam pembuatan BAP, penyidik menawarkan pengaburan unsur-unsur pidana dalam perkara tersebut sehingga dalam persidangan kelak dapat meringankan tersangka.

Namun, pengaburan unsur-unsur ini tak “gratis”. Ada harga yang harus dibayarkan. Modus serupa juga bisa terjadi pada saat penyerahan BAP dari polisi ke pihak kejaksaan. Tujuannya sama agar tersangka kelak mendapat keringanan pada saat persidangan. Penggelapan perkara juga dilakukan oleh jaksa.

Pada tahap penelitian, calon tersangka dipanggil ke kejaksaan dan ditanya, apakah kasusnya akan diteruskan atau tidak. Kalau pada saat itu tersangka bersedia membayar sejumlah uang yang telah disepakati, maka kasusnya tidak akan diteruskan karena jaksa akan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Negosiasi perkara

Berbagai celah proses hukum selalu dimanfaatkan untuk menekan pihak beperkara. Modusnya, dengan memperpanjang atau mengulur-ulur waktu penyidikan. Luthfie Hakim mengatakan, terkadang pihak penyidik mencari-cari pasal untuk menjerat pihak yang berperkara. Pasal yang dijeratkan menjadi lebih berat sehingga akan ada upaya negosiasi. “Biasanya akan ditanya, mau diteruskan atau bagaimana? Kalau sudah ada pertanyaan ini, maka itu adalah tanda bisa dinegosiasi kalau mau,” kata Luthfie.

Sementara itu, sumber Kompas.com yang namanya tak mau disebut mengungkapkan, mafia kasus ini juga kerap “menciptakan” kasus. Pihak yang disasar biasanya para pengusaha. “Modusnya selalu dicari celah, apa yang bisa dipermasalahkan. Padahal sebenarnya enggak ada masalah, dan mereka ini memang berjaringan,” ujar sumber tersebut.

Tawaran untuk menggunakan jasa pengacara tertentu

Modus ini terungkap dalam riset ICW. Operasional modus ini pula yang sempat diungkapkan oleh Susno saat bersaksi di Komisi III DPR. Saat itu, Susno menyebutkan, aktor “markus” yang terlibat dalam dugaan rekayasa kasus Gayus Tambunan sama dengan aktor yang diduga terlibat dalam kasus penangkaran arwana senilai Rp 500 miliar.

Pihak yang disebutkan Susno di antaranya adalah Mr X (SJ), Andi Kosasih (pihak yang diskenariokan mengakui uang di rekening Gayus), dan Haposan Hutagalung (pengacara Gayus). Dengan melihat aktor yang sama, anggota Komisi III, Syarifuddin, mengungkapkan, mafia ini memang sangat terorganisasi dan berjaringan.

“Katanya, penyidiknya sama. Kemudian, jaksa penelitinya sama. Mungkin hakimnya juga sama. Operasinya sudah sangat sistematis dan terorganisasi, tapi kronis bagi penegakan hukum,” kata Syarifuddin.

Sementara itu, dalam analisis ICW, modus ini menunjukkan adanya hubungan antara penegak keadilan di luar perkara yang dihubungkan dan penanganan perkara yang dilakukan. Pada modus ini, ICW berpendapat, sudah ada kolusi antara penegak hukum dan oknum pengacara untuk memeras pihak beperkara. Pengacara yang ditawarkan biasanya memiliki kedekatan dengan penegak hukum. Keterangan Mabes Polri bahwa SJ merupakan orang yang menghubungkan penegak hukum dengan pihak yang berperkara bisa jadi menguatkan modus ini.



Related Post



0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Pengikut

Blog arsipberita.blogspot.com ini bekerjasama dengan kir31 | Didukung oleh Dimensi berita