Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri membantah kepolisian telah melakukan rekayasa dalam penyidikan pimpinan non aktif KPK Chandra M Hamzah dan Bibit S Riyanto seperti dalam pemberitaan. Ia menegaskan akan menindak jika ada anggotanya yang melakukan pelanggaran dalam penyidikan. "Tidak benar kita lakukan rekayasa, kriminalisasi. Saya akan tindak apapun jabatannya, jika merekayasa penyidikan," tegas dia saat jumpa pers di Mabes Polri Jakarta, Jumat (30/10).
Dalam kesempatan itu, Kapolri menjelaskan proses penyelidikan dan penyidikan pimpinan KPK non aktif itu. Penjelasan itu atas perintah Presiden agar Kapolri memberikan penjalasan secara gamblang kepada publik mengenai kasus itu.
Kapolri menjelaskan, kasus bermula saat Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp. 6,7 milyar oleh sejumlah pimpinan KPK pada 16 mei 2009. Saat itu Antasari sedang ditahan atas kasus dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Karena testimoni tidak ditindaklanjuti polisi, Antasari lalu membuat laporan resmi pada 6 Juli 2009 mengenai dugaan suap itu di Polda Metro Jaya. Laporan itu kemudian dilimpahkan ke Mabes Polri lalu dilanjutkan ke penyelidikan dan penyidikan.
Dalam proses lidik dan sidik, kata Kapolri, pada 7 Agustus 2009 diperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh dua tersangka yang melanggar pasal 21 ayat 5 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Saat penyidikan, ditemukan keputusan pencekalan dan pencabutan pencekalan yang dilakukan oleh kedua tersangka tidak secara kolektif. Pencekalan terhadap Anggoro Widjojo dilakukan oleh Chandra Hamzah, pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Bibit S Riyanto, serta pencabutan pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Chandra Hamzah.
Kemudian, dari hasil penyidikan kasus pencekalan terhadap Anggoro ditemukan adanya aliran dana. Temuan itu kemudian ditungkan dalam laporan polisi pada 25 Agustus 2009 .
Dalam kasus dugaan pemerasan, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan alat bukti lain. Sedangkan sangkaan penyalahgunaan wewenang, penyidik telah memeriksa sebanyak 22 saksi serta saksi ahli dan ditemukan beberapa dokumen. Pasal yang disangkakan adalah pasal 23 UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 421 .
Dari alat bukti, keterangan saksi, dan saksi ahli didapat empat alat bukti. Lalu pada tanggal 15 September 2009 pukul 23.20, dua pimpinan nonaktif itu ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. Pada 2 Oktober 2009 , berkas perkara Chandra Hamzah dikirimkan ke Kejaksaan dan berkas Bibit S Riyanto dikirimkan pada 9 Oktober.
Kemudian, penyidik melakukan penahanan pada 29 Oktober 2009 karena kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
"Mereka menggiring opini adanya rekayasa penyidikan yang merujuk pada transkip rekaman. Dengan demikian, karena sudah ganggu penyidikan kita lakukan penahanan," paparnya.
Kapolri menjelaskan, kasus bermula saat Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp. 6,7 milyar oleh sejumlah pimpinan KPK pada 16 mei 2009. Saat itu Antasari sedang ditahan atas kasus dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Karena testimoni tidak ditindaklanjuti polisi, Antasari lalu membuat laporan resmi pada 6 Juli 2009 mengenai dugaan suap itu di Polda Metro Jaya. Laporan itu kemudian dilimpahkan ke Mabes Polri lalu dilanjutkan ke penyelidikan dan penyidikan.
Dalam proses lidik dan sidik, kata Kapolri, pada 7 Agustus 2009 diperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh dua tersangka yang melanggar pasal 21 ayat 5 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Saat penyidikan, ditemukan keputusan pencekalan dan pencabutan pencekalan yang dilakukan oleh kedua tersangka tidak secara kolektif. Pencekalan terhadap Anggoro Widjojo dilakukan oleh Chandra Hamzah, pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Bibit S Riyanto, serta pencabutan pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Chandra Hamzah.
Kemudian, dari hasil penyidikan kasus pencekalan terhadap Anggoro ditemukan adanya aliran dana. Temuan itu kemudian ditungkan dalam laporan polisi pada 25 Agustus 2009 .
Dalam kasus dugaan pemerasan, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan alat bukti lain. Sedangkan sangkaan penyalahgunaan wewenang, penyidik telah memeriksa sebanyak 22 saksi serta saksi ahli dan ditemukan beberapa dokumen. Pasal yang disangkakan adalah pasal 23 UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 421 .
Dari alat bukti, keterangan saksi, dan saksi ahli didapat empat alat bukti. Lalu pada tanggal 15 September 2009 pukul 23.20, dua pimpinan nonaktif itu ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. Pada 2 Oktober 2009 , berkas perkara Chandra Hamzah dikirimkan ke Kejaksaan dan berkas Bibit S Riyanto dikirimkan pada 9 Oktober.
Kemudian, penyidik melakukan penahanan pada 29 Oktober 2009 karena kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
"Mereka menggiring opini adanya rekayasa penyidikan yang merujuk pada transkip rekaman. Dengan demikian, karena sudah ganggu penyidikan kita lakukan penahanan," paparnya.
0 komentar:
Posting Komentar